Langsung ke konten utama

Unggulan

QUOTES THE LAW CAFE

"Keluargamu adalah rumahmu" Kebanyakan orang berfikir, saat rumahnya mulai hancur mereka juga hancur dan tak bisa di selamatkan. Namun, bukankah keluarga hanyalah sebagiann dari hidupmu dan bukan segalanya. Ada kalanya kamu harus mencari kebahagiaanmu sendiri. Tidak peduli sebesar apa kamu mencintai keluargamu. Terkadang, kamu harus menjauh dari mereka untuk mencari jalanmu. Jika kamu tidak pergi disaat yang tepat, kamu mungkin akan merasakan penderitaan seumur hidupmu. Entah mereka keluargamu atau bukan. Jika mereka membuatmu menderita, larilah! Jangan biarkan dirimu menderita seumur hidupmu, karena orang bodoh yang tak bisa membedakan kekerasan dan cinta. --- From: The Law Cafe episode.04

Pengertian Islah



BAB II
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Al-Qur'an merupakan petunjuk bagi manusia yang disertai penjelasan-penjelasannya dan pembeda antara yang hak dan yang bathil, yang memberikan berita gembira untuk orang-orang yang beriman,dan sebagai penawar bagi mereka, serta menjadi rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.
Oleh karena itu siapa saja yang mencari petunjuk dari Allah; baik itu dalam hal keimanan, ibadah, muamalah serta kisah-kisah umat terdahulu, maka bacaan wajib dan utama yang harus di kaji dan difahaminya lalu diamalkan olehnya adalah ayat-ayat al-Qur'an. Maka dalam hal ini sangat tepat sekali ketika kita mau membahas mengenai konsep islah, yang merupakan salah satu konsep dalam ruang lingkup muamalah sekaligus ibadah, dengan menelusuri ayat-ayat al-Qur'an.
            Islah merupakan kewajiban bagi umat Islam, baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.
            Ruang lingkup islah ini sangat luas, mencakup aspek-aspek kehidupan manusia baik pribadi maupun sosial. Dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Dawud, At-Tirmizi, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Ibnu Hibban, dijelaskan bahwa islah yang dilarang adalah menghalalkan yang diharamkan Allah SWT atau mengharamkan yang dihalalkan-Nya.

BABI
PEMBAHASAN
1.Pengertian Islah
            Kata islah adalah sebuah kata yang berasal dari kata bahasa arab الإصلاح, bentuk masdar (infinitif) dari akar kata أصلح-يصلح-إصلاحاً, yang diambil dari komponen dasar ص-ل-ح dan diartikan oleh Ibnu Mandzur dalam Lisan Al-Arabnya sebagai antonim dari kata فساد (kerusakan). Sementara itu, Ibrahim Madkour dalam Al-Mu'jam Al-Wajiz mengatakan bahwa kata الإصلاح mengandung dua makna: manfaat dan keserasian serta terhindar dari kerusakan. Jika kata tersebut berbentuk imbuhan maka berarti menghilangkan segala sifat permusuhan dan pertikaian antara kedua belah pihak[1].
Kata ini jika ditambah dengan kata-kata tertentu akan mempunyai makna khusus: jika ditambah dengan الشيء (sesuatu) artinya memperbaiki; jika ditambah dengan إليه(kepadanya) artinya berbuat/bersikap baik; jika ditambah dengan kata ganti هـ(nya) artinya membenarkannya, mengkoreksinya, memperindah, atau membuatnya lebih indah[2]; jika ditambahkan dengan بينهم(di antara mereka) artinya menghilangkan pertikaian dan permusuhan antara keduanya, jika ditambah في عمله (dalam pekerjaannya) atau في أمره (dalam urusannya) artinya datang dengan sesuatu yang baik dan bermanfaat[3]
Secara terminologi islah didefinisikan oleh beberapa pemerhati atau penulis kedalam beberapa pengertian:
1.   Suatu perjanjian untuk menyelesaikan pertikaian[4].
2.   Suatu upaya antar pihak manusia dengan maksud perbaikan[5]
3.   Suatu upaya untuk menyelesaikan perselisihan dan mencapai persetujuan antar pihak manusia[6]
4.   Suatu upaya dan mediasi untuk menyelesaikan perselisihan dan perbedaan antar pihak yang bertikai melalui cara konsensus dan rekonsiliasi sebagai pencegahan terjadinya permusuhan dan tumbuhnya rasa iri dengki.
Di dalam Ensiklopedi Hukum Islam islah ini lebih di titikberatkan pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah swt.
Sedangkan dalam ranah politik islah identik dengan rekonsiliasi atau menyatunya dua kubu yang bersebarangan jalur atau kelompok yang memiliki pandangan berbeda dengan mengupayakan dua hal: pertama berbuat baik atau memperbaiki hubungan dengan kelompok atau lawan politik yang selama ini berbeda cara pandang, dan yang kedua mengadakan kompromi dialogis degan cara win win solution (mencari solusi yang dapat menguntungkan bersama) diantara kedua kubu yang bersebrangan.
Allah SWT memberikan petunjuk pelaksanaan islah melalui firmannya QS Al hujurat : 9 yang Artinya :
 Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.
            Al-islah dalam bahasa Arab berarti memperbaiki,mendamaikan dan menghilangkan sengketa atau kerusakan. Berusaha menciptakan perdamaian, membawa keharmonisan, menganjurkan orang untuk berdamai antara satu dan lainnya, melakukan perbuatan baik berperilaku sebagai orang suci (baik) adalah bentuk-bentuk dari ishlah.[7]
            Menurut Prof. T.M. Hasbi as Shiddiqy pengertian islah yaitu mengulurkan tali yang kuat dan kukuh antara manusia, antara mereka yang timbul diantaranya persengketaan, baik mengenai urusan darah (jiwa) maupun urusan harta, dan kehormatan ataupun urusan politik dan taktik perjuangan.
            Islah merupakan kewajiban bagi umat Islam, baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.
            Ruang lingkup islah ini sangat luas, mencakup aspek-aspek kehidupan manusia baik pribadi maupun sosial. Dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Dawud, At-Tirmizi, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Ibnu Hibban, dijelaskan bahwa islah yang dilarang adalah menghalalkan yang diharamkan Allah SWT atau mengharamkan yang dihalalkan-Nya.
            Di antara islah yang diperintahkan Allah SWT adalah dalam masalah rumah tangga. Untuk mengatasi kemelut dan sengketa dalam rumah tangga, dalam surah An-Nisa’ ayat 35 Allah SWT memerintahkan untuk mengutus pihak ketiga (hakam) dari pihak suami dan istri untuk mendamaikan mereka.[8]
3. Macam-Macam Islah
Dalam kaitannya dengan islah ini, Az-Zarqani telah menyebutkan di dalam bukunya "Manahil al-'Irfan" beberapa macam islah dan solusinya, diantaranya sebagai berikut[9]:
1.   Islah al-aqaa'id (islah keyakinan), caranya dengan jalan membimbing manusia kepada hakikat permulaan dan akhir kehidupan serta antara keduanya di bawah ruang lingkup iman kepada Allah swt, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir.
2.   Islah al-'ibaadaat (Islah peribadatan), caranya dengan jalan membimbing manusia kepada sesuatu yang mensucikan jiwa, mensuplai ruh, meluruskan keinginan, memberi faedah kepada orang lain baik itu individu maupun kelompok.
3.   Islah al-akhlaq (islah akhlak), caranya dengan jalan membimbing manusia kepada kebaikan-kebaikan diri mereka dan menjauhkan mereka dari kejelekan-kejelekan diri mereka dengan tanpa ada unsur melebih-lebihkan atau sebaliknya.
4.   Islah al-ijtima' (islah kemasyarakatan), caranya dengan jalan membimbing manusia kepada penyatuan barisan-barisan dan penghapusan ta'asub serta menghilangkan perbedaan-perbedaan yang menjauhkan mereka melalui pemahaman bahwa mereka adalah satu jenis yang berasal dari satu jiwa atau seorang diri dan dari satu keluarga: bapak mereka adam dan ibu mereka hawa, maka tidak ada suatu kaum yang lebih utama dari kaum lainnya dan tidak ada seorangpun yang lebih utama dari selainnya kecuali dengan ketakwaannya…
5.   Islah as-siyaasah (islah politik) atau al-hukmi ad-dauli (hukum pemerintahan), caranya dengan jalan menegakan keadilan secara mutlak, mengutamakan persamaan antar manusia, mengutamakan kebijakan yang benar, adil, dipercaya, menepati janji, tidak pandang bulu dan penuh rasa kasih sayang; jauh dari kedzaliman, pengkhianatan, kebohongan, penipuan…
Secara umum apa yang di kemukakan Az-Zarqani di atas menunjukan bahwa ia di sini tidak memaknai islah dalam ruang lingkup rekonsiliasi; akan tetapi dalam ruang lingkup reformasi atau perbaikan, pemaknaan ini selaras dengan yang di kemukakan oleh Abdurrazak Asy-syekh Daud di dalam bukunya "Al-Fasad Wa Al-Islah-Dirasatun", dimana ia mendefinisikannya dengan: "Suatu aksi atau tidakan yang memperbaiki keadaan" atau "Membentuk sesuatu dan mengumpulkannya kembali dari awal.[10]
Para Ulama Membagi Perdamaian yang Terjadi antara Dua Golongan yang Bersengketa
1). Perdamaian yang dilaksanakan antara orang muslim dengan orang kafir
            Islah atau perdamaian semacam dicontohkan oleh rasulullah pada tahun 6 H. Belaiu beserta sahabat bermaksud melaksanakan umrah, namun sesampainya di hubaidah beliau mendengar bahwa orang-orang kafir Quraisy bermaksud menghalangi niat umrah tersebut. Maka diutuslah Usman bin Affan untuk melakukan perundingan dengan para pemuka Quraisy. Namun, setelah ditunggu beberapa lama Usman tidak juga muncul, bahkan terbetik berita bahwa Usman dibunuh. Maka para sahabat menyertai melakukan sumpah setia untuk mempertahankan Islam hingga titik darah penghabisan yang dikenal dengan “Baitur Ridwan”. Mendengar berita tersebut para pemimpin Quraisy khawatir akan keberanian tentara muslim itu maka buru-buru mereka mengutus Suhail bin Amar mengadakan perjanjian damai yang dikenal dengan “Perjanjian Hudaibiyah”.
Isi perjanjian hudaibiyah.
a) Pasukan Islam saat itu harus kembali ke Madinah, dan pada tahun berikutnya baru boleh melakukan umrah. Pelaksanaan umrah tersebut tidak boleh lebih dari tiga hari
b) Bersedia untuk tidak saling menyerang selama 10 tahun
c) Bila ada orang Madinah berpihak kepada penduduk Mekkah supaya diizinkan, sebaliknya jika penduduk Makkah condong ke Madinah hendaknya ditolak
            Sahabat umar dan lain-lain merasa keberatan dengan isi perjanjian tersebut karena terkesan meremehkan Islam, tetapi dengan keyakinan mantap akan pertolongan Allah ditandatangi juga perjanjian itu oleh rasulullah SAW. Dampak dari perjanjian itu adalah bagi penduduk mekkah yang selama bertahun-tahun hanya mendengar kabar buruk kehidupan umat Islam, saat itu dapat dilihat bagaimana keindahan pergaulan penduduk madinah dibawah naungan Islam. Akibatnya banyak penduduk mekkah yang ingin masuk ke madinah, tetapi karena terhalang perjanjian hudaoboyah mereka akhirnya berkumpul di wilayah yang tak bertuan diantara Mekkah dan Madinah. Keberadaan mereka mengganggu penduduk Mekkah. Dan lebih kurang setahun para pemimpin Quraisy meminta perjanjian itu ditinjau kembali, maka benarlah pilihan nabi.
2). Perdamaian antara penguasa dengan pemberontak
            Jika suatu negara terjadi pemberontakan, hendakalah segera dipadamkan agar negara dapat melanjutkan pembangunan. Namun sering terjadi bahwa pemberontak kekuatannya cukup handal, maka untuk tidak berlarut-larut dalam suasana perang perlu ditempuh jalan damai antara kedua belah pihak demi kesejahteraan masyarakat dan warga negara itu, secara adil dan bijaksana.
3). Perdamaian antara suami dan istri
            Hubungan antara suami dan istri kadang-kadang diwarnai silang pendapat antara keduanya. Masing-masing pihak merasa paling benar, tidak ada yang mau mengalah, akibatnya sering terjadi suami membiarkan istrinya terkatung-katung nasibnya, demikian jua tentang nafkah. Maka dalam rangka menjaga keutuhan rumah tangganya seorang istri boleh membuat perdamaian, misalnya si istri tidak menuntut nafkah selama ditinggalkan dan sebagainya, sehingga keduanya dapat rukn kembali. Dan perdamaian itu hendaklah melibatkan juru damai dari kedua belah pihak (seorang dari pihak suami dan seorang dari pihak istri) agar dikemudian hari peristiwa itu tidak terjadi lagi.
4). Perdamaian anatara dua orang yang terlibat piutang
            Bila dua orang yang terlibat utang piutang cenderung terjadi saling gugat menggugat, hendaklah kita beusaha mendamaikan, sebagaimana Rasullah SAW pernah mendamaikan Ka’ab Bin Malik yang berhutang kepada Ibnu Abie Hadrad dengan cara membayar separo dulu dari hutangnya. Kekurangannya dirundingkan kemudian. Karena apabila masalah hutang-piutang harus berakhir harus berakhir di ruang pengadilan bukan tidak mungkin justru yang menang bagai arang yang kalah jadi abu karena masing-masing menginginkan perkara itu, sehingga tambah pengeluaran belanja.
5). Perdamaian antara pembunuh dengan wali yang terbunuh, agar besedia menerima diyat
            Seseorang yang membunuh orang lain tanpa sebab syar’i, wajib dikenai hukum qisas, yaitu dia harus ganti dibunuh. Namun jika mungkin wali dari si terbunuh diminta berdamai dengan imbalan ganti rugi (diyat) lebih banyak dari yang semestinya agar si pembunuh tidak dikenai hukum qisas tersebut.
4. Cara-Cara Melakukan Islah
            Segala cara dan usaha boleh dilakukan untuk mewujudkan perdamaian, sepanjang langkah yang ditempuh itu tidak dimaksudkan untuk menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Rasuluulah SAW bersabda yang artinya :
Perdamaian itu dilaksanakan antara para kaum muslimin untuk menghasilkan perdamaian, kecuali perdamaian yang menghalalkan yang Allah haramkan dan mengharamkan yang Allah halalkan.” (HR At Turmudzi)
5.Tujuan islah
Islah dalam konteks dan keadaan apapun pasti memiliki sasaran-sasaran ataupun tujuan-tujuan, baik untuk jangka pendek ataupun jangka panjang. Dalam hal ini ayat-ayat al-Qur'an yang memuat kata islah dan perubahan bentuknya dan juga ayat-ayat lainnya mengindikasikan adanya beberapa sasaran dari islah, baik secara tersurat maupun tersirat, dan secara umum sasaran-sasaran tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Merealisasikan konsep ukhuwwah, menjaga kepercayaan dan memelihara ikatan kasih sayang serta mengembalikan jembatan rasa cinta atau peduli antar sesama, sebagaimana firman Allah swt di dalam dua ayat berikut:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat". (QS. al-Hujuraat: 10)

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Artinya: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara". (QS. al-Imran: 103)

2. Menjaga keharmonisan kehidupan bermasyarakat yang diawali dari keharmonisan keluarga, sebagaimana tersurat dan tersirat dari firman Allah swt di dalam ayat-ayat berikut:

مَنْ خَافَ مِنْ مُوصٍ جَنَفاً أَوْ إِثْماً فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: "(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. al-Baqarah: 182)

وَإِنْ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزاً أَوْ إِعْرَاضاً فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحاً وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتْ الْأَنفُسُ الشُّحَّ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُوراً رَحِيماً
Artinya: "Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. an-Nisaa: 128-129)

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya: "…oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman" (QS. al-Anfal: 1)

3. Menjaga kelestarian dan keseimbangan alam, sebagaimana tersirat dari firman Allah swt di dalam dua ayat berikut:

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِي. وَلا تُطِيعُوا أَمْرَ الْمُسْرِفِينَ. الَّذِينَ يُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ وَلا يُصْلِحُونَ
Artinya: "Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku; dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan". (QS. asy-Syu'araa: 150-152)

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik". (QS. al-A'raaf: 56)

4.Menghilangkan rasa takut atau khawatir dan kesedihan dalam menjalani kehidupan, sebagaimana firman Allah swt di dalam surat al-An'aam: 48

وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya: "Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati".

5. Menjaga rahasia-rahasia pihak-pihak yang bertikai, hal ini sebagaimana tersirat dari firman Allah swt di dalam surat an-Nisaa: 114, yang di perkuat dengan salah satu hadist Nabi saw tentang kebolehan berbohong demi melakukan islah, dimana ketika seseorang berbohong secara tidak langsung ia menutupi sesuatu agat tidak diketahui oleh orang lain:

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar".

أن أمه أم كلثوم بنت عقبة أخبرته أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمي خيرا أو يقول خيرا
Artinya: "Ummu Kultsum binti Uqbah mengabarkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Bukankah sang pendusta orang yang mendamaikan antara manusia, sebab dia dituntut untuk menyampaikan atau mengucapkan kebajikan".

6.Melaksanakan salah satu kewajiban Allah swt dengan menyadari bahwa islah adalah salah satu ibadah yang di perintahkan oleh-Nya untuk dilaksanakan oleh hamba-hambanya, hal ini dapat di perhatikan dari beberapa kata islah yang ada di dalam ayat-ayat al-Qur'an dengan menggunakan fi'il amr (bentuk perintah), sebagaimana diantaranya di dalam ayat-ayat berikut:

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya: "…oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman" (QS. al-Anfal: 1)

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ. إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: "Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat". (QS. al-Hujuraat: 9, 10)

7. Mengharapkan ampunan dan mahgfirah Allah swt, sebagaiman firman Allah di dalam surat al-Maidah: 39

فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: "Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

8. Mengharapkan ridha dan pahala dari Allah swt di akhirat nanti yaitu di masukan kedalam surga 'Adn dan tinggal bersama keluarga yang sama-sama melakukan perbaikan, sebagaimana di dalam surat an-Nisaa: 114 dan ar-Ra'd: 23, 24

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar".

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ. سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
Artinya: "(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu".

6.Hikmah Islah
Hikmah yang terkandung didalam islah (perdamaian):
Ø  Akan mngembalikan kerukunan antara dua pihak yang semula bersengketa
Ø  Tercabutnya akar permusuhan dan perselisihan dari pihak-pihak yang bersengketa, berganti dengan tumbuh suburnya tali ukhuwah (persaudaraan)
Ø  Menghindarkan terjadinya pertumpahan darah
Ø  Menghemat angaran belanja
Ø  Menjauhkan kedua belah pihak dari pengingkaran terhadap kebenaran
Ø  Menjauhkan rasa permusuhan dan dendam diantara sesama manusia
Ø  Menyalurkan pikiran-pikiran positif dari kedua pihak kearah usaha-usaha yang bermanfaat bagi masing-masing pihak maupun manusia secara keseluruhan.
Ø  Mendekatkan rahmat dan ampunan dari Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
            Kata islah adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti secara etimologi antonim dari kerusakan dan secara terminologi ada yang mendefinisikannya dengan rekonsiliasi yaitu suatu upaya mendamaikan atau membuat harmonisasi antara dua atau beberapa pihak yang berselisih, ada juga dengan reformasi yaitu suatu upaya memperbaiki atau merubah keadaan agar menjadi lebih baik dari keadaan semula.
            Kedua definisi islah tersebut secara umum sama dengan term islah dalam persepektif al-Qur'an dengan beberapa tambahan makna lainnya sesuai dengan konteks permasalahan yang dibahas oleh ayat-ayat yang di dalamnya memuat kata islah atau perubahan bentuk katanya, yang secara umum mencakup makna: petunjuk, reformasi, rekonsiliasi, menunjukan sifat para nabi dan orang-orang yang beriman lagi taat dan al-amru bi al-ma'ruuf wa an-nahyu 'ani al-munkar.
            Dengan beragam makna term islah tersebut al-Qur'an telah menawarkan beberapa solusi untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang mengganggu hubungan dalam keluarga dan sosial kemasyarakatan, hubungan antara manusia dengan lingkungannya, juga hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya dengan tujuan agar terjalin keharmonisan dalam keluarga dan masyarakat yang penuh dengan rasa kasih sayang dan ukhuwah, dan menjaga kelestarian dan keseimbangan alam sekitar, sebagai bentuk ibadah untuk mengharapkan maghfirah dan rahmat serta pahala dari Allah swt di akhirat nanti.

Walahu a'lam bi ash-shawab.

Daftar pustaka
Abdurrazak Asy-syekh Daud, Al-Fasad Wa Al-Islah-Dirasatun, (Damsyiq: Ittihad Al-Kutub Al-'Arab, 2003).
Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Intermansa, 1997, hlm. 740
Az-Zarqani, Manahil Al-Irfan Fi 'Ulum Al-Qur'an, (Lubnan: Dar Al-Fikr, 1996), jil. 2, hal. 254.
_______persatuan-dan-kesatuan-dalam-umat-islam,http://v3manies.blogspot.com, juni 2012
Ibrahim Madkour, Al-Mu'jam Al-Wajiz, (t.p, t.t), hal. 518
Ali Akbar, Lima Do’a Reformasi dan Berbenah Diri, http://www.hidayatullah.com, 13 Mei 2011.
Sa'adi Abu Jiib, Al-Qaamus Al-Fiqhi Lughatan Wa Istilaahan, (Damsyiq: Dar Al-Fiqr, 1993), hal. 215.
Shalih Bin Abdullah dan Khathib Al-Haram, op. cit, hal. 364.
Fahd Bin Furaij Al-Ma'la, Fannu Al-Ishlah Baina An-Naas, (Al-Maktabah Asy-Syaamilah), hal. 4.
Yahya Bin 'Abdullah, Makaarim Al-Akhlaq Fi Al-Qur'aan Al-Karim, (Al-Maktabah Asy-Syaamilah), hal 156.



[1]Ibrahim Madkour, Al-Mu'jam Al-Wajiz, (t.p, t.t), hal. 518
[2]Ali Akbar, Lima Do’a Reformasi dan Berbenah Diri, http://www.hidayatullah.com, 13 Mei 2011.
[3]Sa'adi Abu Jiib, Al-Qaamus Al-Fiqhi Lughatan Wa Istilaahan, (Damsyiq: Dar Al-Fiqr, 1993), hal. 215.
[4]Shalih Bin Abdullah dan Khathib Al-Haram, op. cit, hal. 364.
[5]Fahd Bin Furaij Al-Ma'la, Fannu Al-Ishlah Baina An-Naas, (Al-Maktabah Asy-Syaamilah), hal. 4.
[6]Yahya Bin 'Abdullah, Makaarim Al-Akhlaq Fi Al-Qur'aan Al-Karim, (Al-Maktabah Asy-Syaamilah), hal 156.
[7]Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Intermansa, 1997, hlm. 740

[8]Teungku Muhammad Hasby Ash Ahiddieqy, Al Bayan, Tafsir Penjelas Al-Qur'anul Karim, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002, hlm. 193
[9]Az-Zarqani, Manahil Al-Irfan Fi 'Ulum Al-Qur'an, (Lubnan: Dar Al-Fikr, 1996), jil. 2, hal. 254.
[10]Abdurrazak Asy-syekh Daud, Al-Fasad Wa Al-Islah-Dirasatun, (Damsyiq: Ittihad Al-Kutub Al-'Arab, 2003), hal. 24, 36.


Komentar

Postingan Populer