BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur'an merupakan petunjuk bagi
manusia yang disertai penjelasan-penjelasannya dan pembeda antara yang hak dan
yang bathil, yang memberikan berita gembira untuk orang-orang yang beriman,dan
sebagai penawar bagi mereka, serta menjadi rahmat bagi orang-orang yang berbuat
kebaikan.
Oleh karena itu siapa saja yang
mencari petunjuk dari Allah; baik itu dalam hal keimanan, ibadah, muamalah
serta kisah-kisah umat terdahulu, maka bacaan wajib dan utama yang harus di
kaji dan difahaminya lalu diamalkan olehnya adalah ayat-ayat al-Qur'an. Maka
dalam hal ini sangat tepat sekali ketika kita mau membahas mengenai konsep
islah, yang merupakan salah satu konsep dalam ruang lingkup muamalah sekaligus
ibadah, dengan menelusuri ayat-ayat al-Qur'an.
Islah merupakan
kewajiban bagi umat Islam, baik secara personal maupun sosial.
Penekanan islah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia
dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.
Ruang
lingkup islah ini sangat luas, mencakup aspek-aspek kehidupan manusia baik
pribadi maupun sosial. Dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Dawud,
At-Tirmizi, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Ibnu Hibban, dijelaskan bahwa islah yang
dilarang adalah menghalalkan yang diharamkan Allah SWT atau mengharamkan yang
dihalalkan-Nya.
BABI
PEMBAHASAN
1.Pengertian Islah
Kata islah
adalah sebuah kata yang berasal dari kata bahasa arab الإصلاح, bentuk masdar (infinitif) dari
akar kata أصلح-يصلح-إصلاحاً, yang diambil dari komponen dasar ص-ل-ح dan diartikan oleh Ibnu Mandzur dalam Lisan
Al-Arabnya sebagai antonim dari kata فساد (kerusakan). Sementara itu, Ibrahim
Madkour dalam Al-Mu'jam Al-Wajiz mengatakan bahwa kata الإصلاح mengandung dua
makna: manfaat dan keserasian serta terhindar dari kerusakan. Jika kata
tersebut berbentuk imbuhan maka berarti menghilangkan segala sifat permusuhan
dan pertikaian antara kedua belah pihak.
Kata ini jika ditambah dengan
kata-kata tertentu akan mempunyai makna khusus: jika ditambah dengan الشيء
(sesuatu) artinya memperbaiki; jika ditambah dengan إليه(kepadanya) artinya berbuat/bersikap baik;
jika ditambah dengan kata ganti هـ(nya) artinya membenarkannya,
mengkoreksinya, memperindah, atau membuatnya lebih indah;
jika ditambahkan dengan بينهم(di antara mereka) artinya menghilangkan pertikaian dan
permusuhan antara keduanya, jika ditambah في عمله (dalam pekerjaannya) atau في أمره
(dalam urusannya) artinya datang dengan sesuatu yang baik dan bermanfaat
Secara terminologi islah
didefinisikan oleh beberapa pemerhati atau penulis kedalam beberapa pengertian:
1. Suatu perjanjian
untuk menyelesaikan pertikaian.
2. Suatu upaya antar
pihak manusia dengan maksud perbaikan
3. Suatu upaya untuk
menyelesaikan perselisihan dan mencapai persetujuan antar pihak manusia
4. Suatu upaya dan
mediasi untuk menyelesaikan perselisihan dan perbedaan antar pihak yang
bertikai melalui cara konsensus dan rekonsiliasi sebagai pencegahan terjadinya
permusuhan dan tumbuhnya rasa iri dengki.
Di dalam Ensiklopedi Hukum Islam
islah ini lebih di titikberatkan pada hubungan antara sesama umat manusia dalam
rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah swt.
Sedangkan dalam ranah politik islah
identik dengan rekonsiliasi atau menyatunya dua kubu yang bersebarangan jalur
atau kelompok yang memiliki pandangan berbeda dengan mengupayakan dua hal:
pertama berbuat baik atau memperbaiki hubungan dengan kelompok atau lawan
politik yang selama ini berbeda cara pandang, dan yang kedua mengadakan
kompromi dialogis degan cara win win solution (mencari solusi yang dapat
menguntungkan bersama) diantara kedua kubu yang bersebrangan.
Allah SWT memberikan petunjuk pelaksanaan
islah melalui firmannya QS Al hujurat : 9 yang Artinya :
“Dan
kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap
yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut
kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya
menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil”.
Al-islah dalam bahasa
Arab berarti memperbaiki,mendamaikan dan menghilangkan sengketa atau kerusakan.
Berusaha menciptakan perdamaian, membawa keharmonisan, menganjurkan orang untuk
berdamai antara satu dan lainnya, melakukan perbuatan baik berperilaku
sebagai orang suci (baik) adalah bentuk-bentuk dari ishlah.
Menurut Prof. T.M. Hasbi as Shiddiqy pengertian
islah yaitu mengulurkan tali yang kuat dan kukuh antara manusia, antara
mereka yang timbul diantaranya persengketaan, baik mengenai urusan darah (jiwa)
maupun urusan harta, dan kehormatan ataupun urusan politik dan taktik
perjuangan.
Islah merupakan kewajiban
bagi umat Islam, baik secara personal maupun sosial.
Penekanan islah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia
dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.
Ruang lingkup
islah ini sangat luas, mencakup aspek-aspek kehidupan manusia baik pribadi
maupun sosial. Dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Dawud, At-Tirmizi,
Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Ibnu Hibban, dijelaskan bahwa islah yang dilarang
adalah menghalalkan yang diharamkan Allah SWT atau mengharamkan yang dihalalkan-Nya.
Di antara islah yang
diperintahkan Allah SWT adalah dalam masalah rumah tangga. Untuk mengatasi
kemelut dan sengketa dalam rumah tangga, dalam surah An-Nisa’ ayat 35 Allah SWT
memerintahkan untuk mengutus pihak ketiga (hakam) dari pihak suami dan istri
untuk mendamaikan mereka.
3. Macam-Macam Islah
Dalam
kaitannya dengan islah ini, Az-Zarqani telah menyebutkan di dalam bukunya
"Manahil al-'Irfan" beberapa macam islah dan solusinya,
diantaranya sebagai berikut:
1. Islah
al-aqaa'id (islah keyakinan), caranya dengan jalan membimbing manusia kepada hakikat
permulaan dan akhir kehidupan serta antara keduanya di bawah ruang lingkup iman
kepada Allah swt, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir.
2. Islah
al-'ibaadaat (Islah peribadatan), caranya dengan jalan membimbing
manusia kepada sesuatu yang mensucikan jiwa, mensuplai ruh, meluruskan
keinginan, memberi faedah kepada orang lain baik itu individu maupun kelompok.
3. Islah
al-akhlaq (islah akhlak), caranya dengan jalan membimbing manusia kepada
kebaikan-kebaikan diri mereka dan menjauhkan mereka dari kejelekan-kejelekan
diri mereka dengan tanpa ada unsur melebih-lebihkan atau sebaliknya.
4. Islah
al-ijtima' (islah kemasyarakatan), caranya dengan jalan membimbing manusia kepada
penyatuan barisan-barisan dan penghapusan ta'asub serta menghilangkan
perbedaan-perbedaan yang menjauhkan mereka melalui pemahaman bahwa mereka
adalah satu jenis yang berasal dari satu jiwa atau seorang diri dan dari satu
keluarga: bapak mereka adam dan ibu mereka hawa, maka tidak ada suatu kaum yang
lebih utama dari kaum lainnya dan tidak ada seorangpun yang lebih utama dari
selainnya kecuali dengan ketakwaannya…
5. Islah
as-siyaasah (islah politik) atau al-hukmi ad-dauli (hukum
pemerintahan), caranya dengan jalan menegakan keadilan secara mutlak,
mengutamakan persamaan antar manusia, mengutamakan kebijakan yang benar, adil,
dipercaya, menepati janji, tidak pandang bulu dan penuh rasa kasih sayang; jauh
dari kedzaliman, pengkhianatan, kebohongan, penipuan…
Secara umum apa yang di kemukakan
Az-Zarqani di atas menunjukan bahwa ia di sini tidak memaknai islah dalam ruang
lingkup rekonsiliasi; akan tetapi dalam ruang lingkup reformasi atau perbaikan,
pemaknaan ini selaras dengan yang di kemukakan oleh Abdurrazak Asy-syekh Daud
di dalam bukunya "Al-Fasad Wa Al-Islah-Dirasatun", dimana ia
mendefinisikannya dengan: "Suatu aksi atau tidakan yang memperbaiki
keadaan" atau "Membentuk sesuatu dan mengumpulkannya kembali dari
awal.
Para Ulama Membagi Perdamaian yang Terjadi
antara Dua Golongan yang Bersengketa
1). Perdamaian yang dilaksanakan antara
orang muslim dengan orang kafir
Islah
atau perdamaian semacam dicontohkan oleh rasulullah pada tahun 6 H. Belaiu
beserta sahabat bermaksud melaksanakan umrah, namun sesampainya di hubaidah
beliau mendengar bahwa orang-orang kafir Quraisy bermaksud menghalangi niat
umrah tersebut. Maka diutuslah Usman bin Affan untuk melakukan perundingan
dengan para pemuka Quraisy. Namun, setelah ditunggu beberapa lama Usman tidak
juga muncul, bahkan terbetik berita bahwa Usman dibunuh. Maka para sahabat
menyertai melakukan sumpah setia untuk mempertahankan Islam hingga titik darah
penghabisan yang dikenal dengan “Baitur Ridwan”. Mendengar berita tersebut para
pemimpin Quraisy khawatir akan keberanian tentara muslim itu maka buru-buru
mereka mengutus Suhail bin Amar mengadakan perjanjian damai yang dikenal dengan
“Perjanjian Hudaibiyah”.
Isi perjanjian hudaibiyah.
a) Pasukan Islam saat itu harus kembali ke
Madinah, dan pada tahun berikutnya baru boleh melakukan umrah. Pelaksanaan
umrah tersebut tidak boleh lebih dari tiga hari
b) Bersedia untuk tidak saling menyerang
selama 10 tahun
c) Bila ada orang Madinah berpihak kepada
penduduk Mekkah supaya diizinkan, sebaliknya jika penduduk Makkah condong ke
Madinah hendaknya ditolak
Sahabat
umar dan lain-lain merasa keberatan dengan isi perjanjian tersebut karena
terkesan meremehkan Islam, tetapi dengan keyakinan mantap akan pertolongan
Allah ditandatangi juga perjanjian itu oleh rasulullah SAW. Dampak dari
perjanjian itu adalah bagi penduduk mekkah yang selama bertahun-tahun hanya
mendengar kabar buruk kehidupan umat Islam, saat itu dapat dilihat bagaimana
keindahan pergaulan penduduk madinah dibawah naungan Islam. Akibatnya banyak
penduduk mekkah yang ingin masuk ke madinah, tetapi karena terhalang perjanjian
hudaoboyah mereka akhirnya berkumpul di wilayah yang tak bertuan diantara
Mekkah dan Madinah. Keberadaan mereka mengganggu penduduk Mekkah. Dan lebih
kurang setahun para pemimpin Quraisy meminta perjanjian itu ditinjau kembali,
maka benarlah pilihan nabi.
2). Perdamaian antara penguasa dengan
pemberontak
Jika
suatu negara terjadi pemberontakan, hendakalah segera dipadamkan agar negara
dapat melanjutkan pembangunan. Namun sering terjadi bahwa pemberontak
kekuatannya cukup handal, maka untuk tidak berlarut-larut dalam suasana perang
perlu ditempuh jalan damai antara kedua belah pihak demi kesejahteraan
masyarakat dan warga negara itu, secara adil dan bijaksana.
3). Perdamaian antara suami dan istri
Hubungan
antara suami dan istri kadang-kadang diwarnai silang pendapat antara keduanya.
Masing-masing pihak merasa paling benar, tidak ada yang mau mengalah, akibatnya
sering terjadi suami membiarkan istrinya terkatung-katung nasibnya, demikian
jua tentang nafkah. Maka dalam rangka menjaga keutuhan rumah tangganya seorang
istri boleh membuat perdamaian, misalnya si istri tidak menuntut nafkah selama
ditinggalkan dan sebagainya, sehingga keduanya dapat rukn kembali. Dan
perdamaian itu hendaklah melibatkan juru damai dari kedua belah pihak (seorang
dari pihak suami dan seorang dari pihak istri) agar dikemudian hari peristiwa
itu tidak terjadi lagi.
4). Perdamaian anatara dua orang yang
terlibat piutang
Bila
dua orang yang terlibat utang piutang cenderung terjadi saling gugat menggugat,
hendaklah kita beusaha mendamaikan, sebagaimana Rasullah SAW pernah mendamaikan
Ka’ab Bin Malik yang berhutang kepada Ibnu Abie Hadrad dengan cara membayar
separo dulu dari hutangnya. Kekurangannya dirundingkan kemudian. Karena apabila
masalah hutang-piutang harus berakhir harus berakhir di ruang pengadilan bukan
tidak mungkin justru yang menang bagai arang yang kalah jadi abu karena
masing-masing menginginkan perkara itu, sehingga tambah pengeluaran belanja.
5). Perdamaian antara pembunuh dengan wali
yang terbunuh, agar besedia menerima diyat
Seseorang
yang membunuh orang lain tanpa sebab syar’i, wajib dikenai hukum qisas, yaitu
dia harus ganti dibunuh. Namun jika mungkin wali dari si terbunuh diminta
berdamai dengan imbalan ganti rugi (diyat) lebih banyak dari yang semestinya
agar si pembunuh tidak dikenai hukum qisas tersebut.
4. Cara-Cara Melakukan Islah
Segala
cara dan usaha boleh dilakukan untuk mewujudkan perdamaian, sepanjang langkah
yang ditempuh itu tidak dimaksudkan untuk menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal. Rasuluulah SAW bersabda yang artinya :
“Perdamaian itu dilaksanakan antara para
kaum muslimin untuk menghasilkan perdamaian, kecuali perdamaian yang
menghalalkan yang Allah haramkan dan mengharamkan yang Allah halalkan.” (HR
At Turmudzi)
5.Tujuan islah
Islah dalam konteks dan
keadaan apapun pasti memiliki sasaran-sasaran ataupun tujuan-tujuan, baik untuk
jangka pendek ataupun jangka panjang. Dalam hal ini ayat-ayat al-Qur'an yang memuat
kata islah dan perubahan bentuknya dan juga ayat-ayat lainnya mengindikasikan
adanya beberapa sasaran dari islah, baik secara tersurat maupun tersirat, dan
secara umum sasaran-sasaran tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Merealisasikan
konsep ukhuwwah, menjaga kepercayaan dan memelihara ikatan kasih sayang serta
mengembalikan jembatan rasa cinta atau peduli antar sesama, sebagaimana firman
Allah swt di dalam dua ayat berikut:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ
أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: "Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat". (QS. al-Hujuraat: 10)
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا
نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Artinya: "Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara".
(QS. al-Imran: 103)
2. Menjaga
keharmonisan kehidupan bermasyarakat yang diawali dari keharmonisan keluarga,
sebagaimana tersurat dan tersirat dari firman Allah swt di dalam ayat-ayat
berikut:
مَنْ خَافَ مِنْ مُوصٍ جَنَفاً أَوْ إِثْماً فَأَصْلَحَ
بَيْنَهُمْ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: "(Akan
tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat
sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
(QS. al-Baqarah: 182)
وَإِنْ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزاً أَوْ
إِعْرَاضاً فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحاً
وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتْ الْأَنفُسُ الشُّحَّ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا
فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ
تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ
فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ
كَانَ غَفُوراً رَحِيماً
Artinya: "Dan
jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya,
maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya,
dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya
kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu
(dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat
berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat
demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. an-Nisaa: 128-129)
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya: "…oleh
sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara
sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang
yang beriman" (QS. al-Anfal: 1)
3. Menjaga
kelestarian dan keseimbangan alam, sebagaimana tersirat dari firman Allah swt
di dalam dua ayat berikut:
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِي. وَلا تُطِيعُوا
أَمْرَ الْمُسْرِفِينَ. الَّذِينَ يُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ وَلا يُصْلِحُونَ
Artinya: "Maka
bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku; dan janganlah kamu mentaati
perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi
dan tidak mengadakan perbaikan". (QS. asy-Syu'araa: 150-152)
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا
وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: "Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik". (QS. al-A'raaf: 56)
4.Menghilangkan rasa
takut atau khawatir dan kesedihan dalam menjalani kehidupan, sebagaimana firman
Allah swt di dalam surat al-An'aam: 48
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلا مُبَشِّرِينَ
وَمُنذِرِينَ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ
يَحْزَنُونَ
Artinya: "Dan
tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira
dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka
tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati".
5. Menjaga rahasia-rahasia
pihak-pihak yang bertikai, hal ini sebagaimana tersirat dari firman Allah swt
di dalam surat an-Nisaa: 114, yang di perkuat dengan salah satu hadist Nabi saw
tentang kebolehan berbohong demi melakukan islah, dimana ketika seseorang
berbohong secara tidak langsung ia menutupi sesuatu agat tidak diketahui oleh
orang lain:
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ
مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ
مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya: "Tidak
ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar".
أن أمه أم كلثوم بنت عقبة أخبرته أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول
ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمي خيرا أو يقول خيرا
Artinya: "Ummu Kultsum
binti Uqbah mengabarkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:
"Bukankah sang pendusta orang yang mendamaikan antara manusia, sebab dia
dituntut untuk menyampaikan atau mengucapkan kebajikan".
6.Melaksanakan salah
satu kewajiban Allah swt dengan menyadari bahwa islah adalah salah satu ibadah
yang di perintahkan oleh-Nya untuk dilaksanakan oleh hamba-hambanya, hal ini
dapat di perhatikan dari beberapa kata islah yang ada di dalam ayat-ayat
al-Qur'an dengan menggunakan fi'il amr (bentuk perintah), sebagaimana
diantaranya di dalam ayat-ayat berikut:
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ
بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya: "…oleh
sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara
sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang
yang beriman" (QS. al-Anfal: 1)
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي
حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ. إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: "Dan
kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap
yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut
kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya
menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.
Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat". (QS.
al-Hujuraat: 9, 10)
7. Mengharapkan
ampunan dan mahgfirah Allah swt, sebagaiman firman Allah di dalam surat
al-Maidah: 39
فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ
اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: "Maka
barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
8. Mengharapkan
ridha dan pahala dari Allah swt di akhirat nanti yaitu di masukan kedalam surga
'Adn dan tinggal bersama keluarga yang sama-sama melakukan perbaikan,
sebagaimana di dalam surat an-Nisaa: 114 dan ar-Ra'd: 23, 24
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ
مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ
مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya: "Tidak
ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar".
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ
آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلائِكَةُ يَدْخُلُونَ
عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ. سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ
عُقْبَى الدَّارِ
Artinya: "(yaitu)
syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang
saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang
malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil
mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah
baiknya tempat kesudahan itu".
6.Hikmah Islah
Hikmah yang terkandung didalam islah
(perdamaian):
Ø Akan mngembalikan kerukunan antara dua
pihak yang semula bersengketa
Ø Tercabutnya akar permusuhan dan perselisihan
dari pihak-pihak yang bersengketa, berganti dengan tumbuh suburnya tali ukhuwah
(persaudaraan)
Ø Menghindarkan terjadinya pertumpahan darah
Ø Menghemat angaran belanja
Ø Menjauhkan kedua belah pihak dari
pengingkaran terhadap kebenaran
Ø Menjauhkan rasa permusuhan dan dendam
diantara sesama manusia
Ø Menyalurkan pikiran-pikiran positif dari
kedua pihak kearah usaha-usaha yang bermanfaat bagi masing-masing pihak maupun
manusia secara keseluruhan.
Ø Mendekatkan rahmat dan ampunan dari Allah
SWT.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata islah adalah sebuah kata yang
berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti secara etimologi antonim dari
kerusakan dan secara terminologi ada yang mendefinisikannya dengan rekonsiliasi
yaitu suatu upaya mendamaikan atau membuat
harmonisasi antara dua atau beberapa pihak yang berselisih, ada juga
dengan reformasi yaitu suatu upaya memperbaiki atau merubah keadaan agar
menjadi lebih baik dari keadaan semula.
Kedua definisi islah tersebut secara
umum sama dengan term islah dalam persepektif al-Qur'an dengan beberapa
tambahan makna lainnya sesuai dengan konteks permasalahan yang dibahas oleh
ayat-ayat yang di dalamnya memuat kata islah atau perubahan bentuk katanya,
yang secara umum mencakup makna: petunjuk, reformasi, rekonsiliasi, menunjukan
sifat para nabi dan orang-orang yang beriman lagi taat dan al-amru bi
al-ma'ruuf wa an-nahyu 'ani al-munkar.
Dengan beragam makna term islah
tersebut al-Qur'an telah menawarkan beberapa solusi untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang mengganggu hubungan dalam keluarga dan sosial
kemasyarakatan, hubungan antara manusia dengan lingkungannya, juga hubungan
antara seorang hamba dengan Tuhannya dengan tujuan agar terjalin keharmonisan
dalam keluarga dan masyarakat yang penuh dengan rasa kasih sayang dan ukhuwah,
dan menjaga kelestarian dan keseimbangan alam sekitar, sebagai bentuk ibadah
untuk mengharapkan maghfirah dan rahmat serta pahala dari Allah swt di akhirat
nanti.
Walahu a'lam
bi ash-shawab.
Daftar
pustaka
Abdurrazak Asy-syekh Daud, Al-Fasad Wa Al-Islah-Dirasatun, (Damsyiq:
Ittihad Al-Kutub Al-'Arab, 2003).
Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Intermansa,
1997, hlm. 740
Az-Zarqani, Manahil Al-Irfan Fi 'Ulum Al-Qur'an, (Lubnan: Dar Al-Fikr,
1996), jil. 2, hal. 254.
Shalih Bin Abdullah
dan Khathib Al-Haram, op. cit, hal. 364.
Shalih Bin Abdullah dan Khathib
Al-Haram, op. cit, hal. 364.
Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT.
Intermansa, 1997, hlm. 740
Az-Zarqani, Manahil Al-Irfan Fi
'Ulum Al-Qur'an, (Lubnan: Dar Al-Fikr, 1996), jil. 2, hal. 254.
Abdurrazak Asy-syekh Daud, Al-Fasad
Wa Al-Islah-Dirasatun, (Damsyiq: Ittihad Al-Kutub Al-'Arab, 2003), hal. 24,
36.
Komentar
Posting Komentar