PERKAWINAN DALAM ISLAM
A. Islam
dan kesetaraan gender
Ajaran islam adalah ajaran tauhid
(monoteisme),yaitu suatu pengakuan dan kesadarandiri manusia bahwa tidak ada
tuhan selain allah. Prinsip ajaran ini bukan hanya menegaskan bahwa yang
menciptakan semesta alam adalah allah swt., tetapi sekaligus juga menegaskan
bahwa hanya allah yang pantas memperoleh ketundukan. Seluruh makhluk
adalahberasal dari sumber yang satu,yaitu allah. Prinsip ini mengajarkan pada
kita bahwa semua manusia adalah ciptaan allah. Oleh karena itu,hakikatnya semua
manusia,laki-laki maupun perempuan,sama kedudukannya di hadapan allah.satu-satunya
yang membedakan,atau yang memungkinkan manusia lebih tinggi derajatnya dengan
yang lain adalah nilai dan prestasi ketakwaannya kepada allah. Bukan jenis
kelamin,etnis ataupun suku.
Maka,tidak ada alasan untuk membedakan
manusia berdasarkan jenis kelamin,asal-usul, keturunan, suku dan ras. Memang
secara biologis,laki-laki dan perempuan berbeda. Namun perbedaan biologis,bagi
islam tidak menjadi alas an untuk melakukan diskriminasi terhadap perempuan dan
memberikan hak istimewa terhadap laki-laki. Perbedaan biologis juga bukan
menjadi pijakan untuk menempatkan perempuan pada posisi subordinat dan
laki-lakipada posisi superordinat. Laki-laki bukanlah titik sumbu bagi garis
lingkaran kehidupan manusia di dunia . laki-laki juga bukan poros peradaban bagi
moralitas kaum perempuan. Keduanya eksistensial berada pada posisi yang setara
di tengah lingkaran gerak kehidupan manusia.
Perbedaan kodrati antara laki-laki dan
perempuan tersebut selayaknya menuntun manusia pada satu kesadaran untuk saling
membantu,mengisi dan bergerak,sehingga akan muncul sikap kerjasama dan saling
mengasihi. Kesadaran ini pada akhirnya akan menciptakan masyarakat yang damai
dan berkeadilan.
Islam dengan tegas memposisikan
perempuan setara dengan laki-laki, setara sebagai manusia,makhluk yang
mempunyai tugas sebagai hamba dan khalifahnya di bumi. Dalam konteks
keterciptaan manusia, islammengajarkan
bahwa laki-lakidan perempuan mempunyai asal keterciptaan yang sama,yaitu
sama-sama dari tanah,misalnya dalam
QS.shad ayat 71:
“(ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada
malaikat :”sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah”.
Dan
dalam konteks amal perbuatan ,tuhan juga telah menjajikan,bahwa bila keduanya
beramal kebajikan akan diberi pahala dan sebaliknya,bila berbuat mungkar
keduanya akan diberi siksaan.
Dengan demikian,islam mengakui
perempuan mempunyai hak yang sma dengan laki-laki di dalam meningkatkan
kualitas iman dan perbuat bajiknya dalam tugas kemanusiaan di bumi. Tidaklah
benar bahwa surge dan neraka bagi perempuan hanya mengikuti laki-laki,yang
kebetulan mendampinginya.
B.
Makna perkawinan dalam islam
Dari sudut pandang fikih, islam dengan
tegas hanya membenarkan perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan,yang secara syar’I, keduanya tidak terhalang untuk menikah,yaitu
bukan mahram,baik karena hubungan darah maupun hubungan semenda. Di dalam
islam, perkawinan di dahului dengan proses peminangan kepada orangtua atau wali
perempuan,membayar mahar sesuai dengan kesepakatan kedua pihak,dan selanjutnya
pernyataan ijab qabul.
C. Prinsip pernikahan
dalam islam
1.
Prinsip kebebasan
memilih
Menentukan
pilihan mengenai siapa yang akan menjadi
pasangan kita dalampernikahan adalah hak pilih yang bebas bagi laki-laki maupun
perempuan,sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at islam. Misalnya,menikahi musyrik (yaitu orang
yang mempersekutukan allah) menikahi orang yang termasuk dalam kategori mahram
yang menikahi pezina dan orang-orang yang berperilaku keji.
2.
Prinsip mawaddah
Mawaddah mempunyai makna kekosongan dan
kelapangan . secara definitive ,mawaddah artinya kelapangdadaan dan kekosongan
jiwa dari kehendak buruk.
3.
Prinsip rahmat
m.qurais
shihab memaknai kata rahmah ini sebagai kondisi psikologis yang muncul di dalam
hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan ,sehingga mendorong orang yang
bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan. Oleh karena itu,suami
isteri,masing-masing akan selalu berusaha bersungguh-sungguh dalam rangka
memberikan kebaikan pada pasangannya serta menolak segala hal yang mengganggu
hubungannya.
4. prinsip amanah
Kata
amanah berasal dari akar kata yang sama dengan aman,yang berarti tenteram.
Orang yang telah memberikan amanah berarti telah mempercayai orang yang
diberikan amanah tersebut. Dia merasa aman dan percaya dengan orang-orang yang diberi amanah
tersebut,bahwa apa yang di amanahkan itu akan dipelihara dengan baik serta aman
keberadaanya di tangan yang diberi amanat tersebut.
Demikian
halnya dengan perkawinan,ia adalah akad amanah,bukan akad kepemilikan. Isteri
adalah amanah di pelukan suami,dansuami pun amanah di pangkuan sang isteri.
5.
Prinsip mu’asyarah bil
ma’ruf
Atas amanah inilah kemudian
antarpasangan musti saling menjaga,menghormati,dan melindungi (mu’asyarah bil
ma’ruf) . islam mengajarkan agar suami memperlakukan isterinya secara sopan dan
bermartabat (QS. Al-nisa: 19)
MANGAPA NABI MUHAMMAD BERPOLIGAMI?
A. Kisah pernikahan nabi
Muhammad saw
Dalam sejarah,nabi Muhammad saw menikahi
banyak perempuan sebagai isteri.para penulis sejarah berbeda pendapat mengenai
jumlah perempuan yang pernah mendampingi nabi saw,sebagai isteri.
1.
Khadijah binti
khuwaylid: wanita pertama yang masuk islam,penyokong perjuangan nabi saw.
Kredibilitas dan kedirian nabi
Muhammadlah yang membuaat khadijah jath
hati.khadijah ialah seorang pedagang sukses di mekkah.
Saat cintanya tak mampu lagi di
bending,khadijah meminta nafisah binti munabbih,teman dekatnya untuk menemui
Muhammad saw., mengabarkan perihal keinginannya menikah dengan dirinya.
Pernikahan terjadi saat khadijah berusia
40 tahun,sedangkan nabi muhammad berusia 25 tahun. Usia mereka terpaut lama
,namun keduanya menemukan yang mereka cita-citakan: Muhammad pemuda yang
bermoral dan jujur,khadijah wanita terhormat,cerdas dan setia. Sifat-sifat yang
mereka berdua dambakan untuk mahligai rumah tangga. Dari pernikahannya dengan
khadijah nabi Muhammad di anugerahi dua
putra dan empat putri.
Pernikahan Muhammad denga khadijah
berlangsung selama 25 tahun,setelah khadijah wafat,nabi hidup menduda selama
dua tahun.
2.
Saudah binti zam’ah:
janda tua,penuh derita,tetap setia pada islam.
Janda tua dan tidak cantik. Masuk islam di
mekkah pada masa awal. Dinikahi nabi saw pada usia 65 tahun.
Tujuan nabi menikahinya di samping agar
saudah memperoleh perlindungan dan kemuliaan di dalam sebuah pernikahan serta
terjaga dari penyiksaan orang-orang kafir Quraisy,juga agar ia menjadi ibu
dalam rumah tangga nabi,yang menjaga dan mendidik anak-anaknya. Namun hal ini
tidak berlangsung lama,saudah merasa dirinya menjadi beban bagi kehormatan nabi,lalu ia meminta izin
untuk tinggal dirumahnya sendiri dan melepaskan diri dari hak dan kewajibannya
sebagai isteri.
3.
Aisyah bin abu bakar:
perawan yang dinikahi nabi saw demi membangun kekerabatan
Seorang gadis yang dinikahi pada usia 12
tahun, dinikahi untuk membangun kekerabatan dengan trah abu bakar as-shidiq.
Dua tahun setelah hidup berumah tangga
dengan saudah,nabi kemudian menikahi aisyah putri abu bakar , sahabat setia dan
orang pertama dari golongan tua yang masuk islam. Pertimbangan nabi dalam
pernikahanya kali ini adalah untuk membangun kekerabatan dengan keluarga abu
bakar.
4.
Hafsah binti umar bin
khatab: janda yang pinangannya ditolak abu bakar dan utsman bin affan
Pada usia 18 tahun menjanda setelah
suaminya meninggal dalam peperangan . setelah enambulan,abu bakar dan utsman di
tawari umar untuk menikahi putrinya ini,mnamun mereka menolak. lalu,nabi saw
menikahinya. Tujuannya menolong,melindungi,dan membangun jaringan kekerabatan.
5.
Zainab binti khuzaimah:
janda dengan banyak anak,mempercayakan hidupnya kepada nabi saw.
Menyerahkan diri kepada nabi saw,karena
kemiskinan dan penderitaannya.
Sebelum
menikah dengan thufail bin harits lalu cerai dan menikah dengan ubaidillah yang
syahid dalam perang badar. Dikenal sebagai umm al masakin,karena gemar menolong
orang miskin.
6.
Ummu salamah (hindun)
binti umayyah:janda yang didera penderitaan bertubi-tubi.
Janda banyak didera derita. Dinikahi nabi
saw,demi perlindungan dan keamanaan dirinya dari gangguan orang kafir.
7.
Ummu habibah (ramlah)
binti abu sufyan : perempuan dengan iman yang kokoh, meski suaminya murtad.
Masuk islam lebih dahulu sebelum ayahnya.
Suaminya,ubaidillah bin jahsy meninggal dalam kemurtadan . hidup menderita
dalam pengasingan,habsyi, lalu dinikahi nabi saw. Untuk melindungi dirinya.
8.
Zainab binti jahsy
:janda yang dinikahi nabi saw berdasarkan wahyu.
Janda cerai dari zayd bin haritsah,anak
angkat nabi saw. Dinikahi berdasarkan wahyutuhan (surah al-ahzab :36)
9.
Shafiyyah binti huyay:
janda yang dilindungi nabi saw.
Janda cerai dari salam bin misykam qurazi.
Menikah lagi dengan kinanah bin rabi’ ,yang gugur dalam perang khaibar. Tawanan
perang kaum muslim. Dibebaskan dan dinikahi nabi saw setelah masukislam.
10.
Juwairiyah binti
al-harits :budak dan tawanan perang yang dibebaskan nabi.
Janda cerai musafi (yang meninggal dalam
perang melawan bani musthaliq). Menjadi tawanan perang di tangan tsabit bin
qays anshari. Lalu dibebaskan nabi saw dan dinikahinya.
11.
Maimuah binti al-harits
:janda yang menyerahkan jiwa dan raganya kepada nabi.
Janda cerai dari mas’ud.menyerahkan jiwa
dan raganya kepada nabi saw dan masuk islam.
B. Sosio historis poligini
nabi Muhammad saw
Pertama,
nabi Muhammad menikahi banyak perempuan bukan demi memperoleh keturunan Kedua, nabimuhammad melakukan praktek
poligini bukan untuk melampiaskan hasrat seksual.
Ketiga,
nabi Muhammad saw mempraktikan pernikahan monogamy dengan khadijah selama 25
tahun,suatu masa yang sangat panjang bila di ukur dari usia keseluruhan
pernikahan nabi Muhammad saw. Beliau menikah lagi dan melakukan praktik
poligini,setelah dua tahun menduda,yaitu pada usia sekitar 55 tahun.usia dimana
kemampuan seksual laki0laki biasanya mulai menurun.
C. Nabi muhammad saw tidak setuju poligini.
Dalam suatu hadis ,nabi saw memperlihatkan
sikapnya yang secara eksplisit tidak setuju dengan praktik poligini. Diriwayatkan
dari al- miswar ibn makhramah bahwa ia pernah mendengar rasulallah berpidato
“sesungguhnya anak-anak hisyam ibn
mughhiroh meminta izin kepadaku
untukmenikahkan putrinya dengan ali. Ketahuilah bahwa aku tidak mengijinkannya,
aku tidak mengijinkannya,aku tidak mengijinkannya, kecuali ali bersedia
menceraikan putriku dan lalu menikahi anak mereka. Sesungguhnya Fatimah bagian
daridiriku. Barangsiapa membahagiakannya berarti ia membahagiakanku.
Sebaliknya. Barangsiapa yang menyakitinya berarti ia menyakitiku”
ANTIPOLIGINI,MELAWAN SYARIATISLAM?
A.Apakah al-Qur’an
mensyariatkan poligini ?
“Dan
jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang aytim
(bilamana kamu mengawininya). Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua,tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil ,maka kawinilah seorang saja
atau budak-budakyang kamumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya”.
Atas dasar itulah, sebenarnya ayat
tersebut bukan sedang bicara tentang praktik poligini,tetapi persoalan keadilan
terhadap anak-anak yatim. M.Quraishihab kemudian menggarisbawahi bahwa ayat ini
tidak membuat peraturan tentang poligini,karena memang poligini telah dikenal
dan telah dipraktikan oleh berbagai umat dalam adat istiadat masyarakat arab
sebelum turunnya ayat ini. Sebagaimana ayat ini tidak mewajibkan poligini atau
menganjurkannya,ia hanya berbicara tentang bolehnya poligini dan itupun
merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh orang yang amat membutuhkan
dan dengan syarat yang tidak ringan.
B.Poligini: masalah
keadilan atau kepatuhan?
Al-Qur’an
sen,diri menegaskan dalam al-qur’an surat an-nisa ayat 129:
“dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu).
Walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung ( kepada yang kamu cintai). Sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung . dan jika kamu ,
mengadakan perbaikan dan memelihara diri ( dari kecurangan). Maka sesungguhnya
allah maha pengampun lagi maha penyayang.”
Penentuan
keadilan sebaiknya memang bukan hanya di tangan laki-laki tetapi juga di tangan
perempuan. Sebab, perempuanlah yang kelak akan menerima konsekuensi-konsekuensi
bila ketidakadilan terjadi dalam praktik poligini.
C. Mengapa al-Qur’an
membatasi jumlah isteri
Ada prinsip penting yang patut dicatat di
dini,yaitu al-qur’an telah melakukan reformasi mengenai praktik poligini yang
saat itu terjadi di masyarakat arab: dari yang awalnya laki-laki bebas
mengumpulkan perempuan sebagai isteri dalam satu waktu ,berapapun jumlahnyalalu
dibatasi hanya maksimalempatorang isteri. Jumlah empat orang isteri inipun
kemudian dibatasi lagi dengan kriteria adil.
Konsepsi ini menolak pandangan para
penulis eropa bahwa apa yang dianggap oleh orang arab sebagai adat,islam
menjadikannya sebagai agama. Dalam konteks masalah poligini terlihat dengan
jelas bagaimana islam pada dasarnya tidak melegalisasikan tradisi arab ini
menjadi agama. Islam justru membuat praktik tradisi arab ini dengan berbagai
syarat ketat: mulai dari membatasi jumlah isteri hingga masalah keadilan sang
suami. Maka islam menganjurkan umat muslim untuk memilih monogamy. Ini artinya,
islam sama sekali tidak mendorong praktik poligini ,apalagi melegalkan dalam
syariat islam,tetapi islam justru melakukan kecaman keras. Muhammad ‘abduh
mengingatkan kita,”siapa pun yang menggunakan akalnya,maka pastilah mereka
tidak akan beristeri lebih dari satu”.
MEMILIH MONOGAMI
A. Ketika agama
Tidak ada satu pun. konteks sejarah baik berdasarkan al-qur’an
maupun hadis nabi saw. Yang menganjurkan poligini. Yang ada justru, dalam suatu
kesempatan,nabi muhammad membenci praktik poligini.
Praktik poligini nabi ,merupakan masalah kekhuususan nabi saw
dan dilakukan dalamm situasi yang tidak normal serta poligini yang dipraktikan
beliau diorientasikan dalam rangka mewujudkan nila-nilai kemanusiaan, khususnya
bagi kaum perempuan.
Yang perlu diketahui
pula, saat itu rasulallah saw. Melakukan poligini secara terang-terangan,tidak
secara sembunyi-sembunyi seperti yang terjadi pada kebanyakan laki-laki
sekarang ini melakukan praktik poligini .
Nabi juga tidak pernah menyatakan bahwa praktik poligini merupakan miedan ujian demi meningkatkan
kualitas keimanan dan kepemimpinan laki-laki di dalam keluarga dan keikhlasan
isteri sebagai oerempuan yang di madu. Kita sering mendengar beberapa laki-laki
yang melakukan praktik poligini dengn alas an tampak religious: meningkaykan
kualitas iman, menolong perempuan dan anak yatim ,pembelajaran bagi kepemimpinan
laki-laki,dan jihaddemografi. Alas an-alasan ini kemudian di sandarkan kepada
nabi saw. Yang melakukan praktik poligini. Relevenkah alasan-alasan itu bila di
sandarkan kepada nabi?
Jangan anda katkan demi
mengikuti sunnah rasul lantas anda berpoligini,padahal alasan yang anda pakai
sangatlah rendah yaitu daripada berzinah alias anda tidak mampu mengendalikan
gejolak hasrat libido anda. Karena,sekali lagi alas an semacam itu bukanlah
sunnah rasul poligini rasul sangat mulia
dan tidak bisa disamakan dengan berpoligini karena nafsu rendahan semacam itu.
B. Perlunya tafsir emansipatoris
Kontemplasi yang
dilakukan nabi saw,di gua hira,yang kemudian mengantarkan dirinya memperoleh
pengalaman agung menerima wahyu dari tuhan untuk kali pertama, hakikatnya
merupakan refleksi dan transendensi yang dia lakukan atas kenytaan-kenyataan
social masyarakat arab yang timpang saat itu: system ekonomi yang memihak
kepada golongan kaya,dominasi laki-laki, serta otoritas social dan politik yang
memusatkan tangan klan-klan yang dominan.
Dengan demikian,al-qur’an saat itu
terinternalisasi pada diri Muhammad saw. Yang selalu aktif mempersiapkan diri
membuka kacamata analisis social dalam merespons realitas social,ekonomi dan
politik yang di hadapi masyarakat saat itu. Wahyu yang turun masa awal
kerasulannya,misalnya,sangat lekat dengan kritik etik sosial ,kritik atas orang yang mengakumulasi
kekayaan dengan tanpa batas (Qs. Al-takatsur:1-8) ,larangan menghardik anak
yatim dan menelantarkan orang miskin (Qs. Ad-duha :6-10). Ketimbang corak
kritik teologis. Hal ini menunjukan transformasi social yang dilakukan nabi
saw,tidak lepas dari kemampuannya dalam membaca problem-problem masyarakat yang
dihadapi saat itu. Drngan demikian hakikatnya al-qur’an yang diwahyukan
kepadanya tidak lahir dari ruang hampa yang kedap dari problem social,ekonomi
dan politik yang melilit masyarakat saat itu.
Kini,lima belas abad telah berlalu. Al
qur’an telah terkodifikasi ke dalam satu mushaf dan satu teks standar. Lalu ,
bagimana kita mesti memahami nya dalam konteks problem social yang kompleks
yang kita hadapi sekarang?
pertanyaan
ini jelas berkaitan dengan problem metodologi penafsiran.
C. Poligini:
siapa yang memetik kebahagiaan?
Musdah
mulia pernah menganalisis implikasi- implikasi yang terjadi dari pihak
poligini, dan ternyata perempuan dan anak-anak yang menjadi korban. Implikasi
yang menjadikan mereka menderita setidaknya dalam tiga ranah , yaitu implikasi
sosio-psikologis ,implikasi kekerasan terhadap perempuan, dan implikasi social
terhadap masyarakat.
I.
Implikasi
sosio-psikologis
Secara
psikologis semua istri akan merasa terganggu dan sakit hati melihat suaminya
berhubungan dengan perempuan lain.
Sejumlah
penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata isteri begitu mengetahui
suaminya menikah lagi, spontan dia mengalami depresi, stress berkepanjangan
,kecewa dan benci, karena merasa cinta dan kesetiaanya dikhianati. Perasaan
demikian bukan hanya terjadi pada isteri pertama.tetapi juga isteri
kedua,ketiga dan seterusnya. Mereka bukan hanya merasa dikhianati tetapi merasa
malu dengan saudara,tetangga,teman dekat,teman kerja, dan bahkan juga malu
kepada anak-anaknya.
II.
Implikasi kekerasan
terhadap perempuan
Poligini
juga berimplikasi pada maraknya kekerasan terhadap perempuan ,dan itu terjadi
di dalam rumah tangga.
Kekerasan terhadap perempuan sebagai
akibat poligini ini,secara psikologis telah terjadi sebelum praktik poligini,
yaitu sejak si suami mengenal dan intim dengan perempuan lain.
Kekerasan lain yang diderita oleh
perempuan (isteri) adalah kekerasan pada ranah ekonomi. Kekerasan ini biasanya
dialami oleh perempuan yang dimadu dengan berkurangnya atau bakhan pengabaian
kewajiban
suami menafkahi isteri dan anak-anaknya.
III.
Implikasi sosial
Problem
social yang muncul dari praktik poligini yang sering terjadi adalah sering
terjadinya nikah dibawah tangan,yaitu pernikahan yang tidak di catatkan ,baik
di kantor pencatat nikah atau KUA bagi umat islam dan KCS bagi yang bukan
islam.
Kebanyakan poligini dilakukan dengan
tertutup,sembunyi-sembunyi bahkan dari isteri tuanya sekalipun.
D. Indahnya
monogamy :indahnya perkawinan
Sebagaiman
dijelaskan dalam al-Qur’an ,tujuan pernikahan di dalam islam adalah membangun
keluarga yang penuh dengan ketenangan (sakinah),cinta (mawaddah ,dan kasih
saying (rahmah) (QS.AR-RUM:21). Perkawinan dalam islam bukan bentuk transaksi
yang menghalalkan tunuh perempuan untuk dimanfaatkan oleh laki-laki, dengan
atas nama otoritas suami,sebagaimana banyak didefinisikan oleh kalangan fuqaha
klasik (an-nisa: 21).
Sepanjang
sejarah,laki-laki berargumen bahwa keinginan memiliki banyak pasangan merupakan
kondisi alamiah. Dengan berlalunya waktu,dan proses evolusi,manusia menemukan
kultur yang beradab dan manusiawi. Secar etik ia kemudian lebih memilih
mengambil satu orang pasangan untuk membesarkan anak-anakya dan menanamkan
sekumpulan nilai moral yang berlawanan dengan kebutuhan jasmaniah yang jauh
lebih kuat dorongannya. Maka,monogamy merupakan tantangan sekaligus tujuan bagi
umat manusia. Tantangan, karena telah ribuan tahun tradisi poligami tertancap
di ubun-ubun laki-laki. Dan sebagai tujuan, karena kita membutuhkan kesetiaan
dan cinta kasih yang abadi dalam satu lembaga pernikahan yang monogam. Islam
dengan bahasanya yang halus sebenarnya sedang mengajak kita untuk berusaha
bergerak menuju kultur monogam tersebut.
Komentar
Posting Komentar