Langsung ke konten utama

Unggulan

QUOTES THE LAW CAFE

"Keluargamu adalah rumahmu" Kebanyakan orang berfikir, saat rumahnya mulai hancur mereka juga hancur dan tak bisa di selamatkan. Namun, bukankah keluarga hanyalah sebagiann dari hidupmu dan bukan segalanya. Ada kalanya kamu harus mencari kebahagiaanmu sendiri. Tidak peduli sebesar apa kamu mencintai keluargamu. Terkadang, kamu harus menjauh dari mereka untuk mencari jalanmu. Jika kamu tidak pergi disaat yang tepat, kamu mungkin akan merasakan penderitaan seumur hidupmu. Entah mereka keluargamu atau bukan. Jika mereka membuatmu menderita, larilah! Jangan biarkan dirimu menderita seumur hidupmu, karena orang bodoh yang tak bisa membedakan kekerasan dan cinta. --- From: The Law Cafe episode.04

Book review "mengapa nabi berpoligami" karya:islah gusmian


PERKAWINAN DALAM ISLAM
       A.  Islam dan kesetaraan gender
          Ajaran islam adalah ajaran tauhid (monoteisme),yaitu suatu pengakuan dan kesadarandiri manusia bahwa tidak ada tuhan selain allah. Prinsip ajaran ini bukan hanya menegaskan bahwa yang menciptakan semesta alam adalah allah swt., tetapi sekaligus juga menegaskan bahwa hanya allah yang pantas memperoleh ketundukan. Seluruh makhluk adalahberasal dari sumber yang satu,yaitu allah. Prinsip ini mengajarkan pada kita bahwa semua manusia adalah ciptaan allah. Oleh karena itu,hakikatnya semua manusia,laki-laki maupun perempuan,sama kedudukannya di hadapan allah.satu-satunya yang membedakan,atau yang memungkinkan manusia lebih tinggi derajatnya dengan yang lain adalah nilai dan prestasi ketakwaannya kepada allah. Bukan jenis kelamin,etnis ataupun suku.
          Maka,tidak ada alasan untuk membedakan manusia berdasarkan jenis kelamin,asal-usul, keturunan, suku dan ras. Memang secara biologis,laki-laki dan perempuan berbeda. Namun perbedaan biologis,bagi islam tidak menjadi alas an untuk melakukan diskriminasi terhadap perempuan dan memberikan hak istimewa terhadap laki-laki. Perbedaan biologis juga bukan menjadi pijakan untuk menempatkan perempuan pada posisi subordinat dan laki-lakipada posisi superordinat. Laki-laki bukanlah titik sumbu bagi garis lingkaran kehidupan manusia di dunia . laki-laki juga bukan poros peradaban bagi moralitas kaum perempuan. Keduanya eksistensial berada pada posisi yang setara di tengah lingkaran gerak kehidupan manusia.
          Perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan tersebut selayaknya menuntun manusia pada satu kesadaran untuk saling membantu,mengisi dan bergerak,sehingga akan muncul sikap kerjasama dan saling mengasihi. Kesadaran ini pada akhirnya akan menciptakan masyarakat yang damai dan berkeadilan.
          Islam dengan tegas memposisikan perempuan setara dengan laki-laki, setara sebagai manusia,makhluk yang mempunyai tugas sebagai hamba dan khalifahnya di bumi. Dalam konteks keterciptaan  manusia, islammengajarkan bahwa laki-lakidan perempuan mempunyai asal keterciptaan yang sama,yaitu sama-sama  dari tanah,misalnya dalam QS.shad ayat 71:
 “(ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada malaikat :”sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah”.
Dan dalam konteks amal perbuatan ,tuhan juga telah menjajikan,bahwa bila keduanya beramal kebajikan akan diberi pahala dan sebaliknya,bila berbuat mungkar keduanya akan diberi siksaan.
          Dengan demikian,islam mengakui perempuan mempunyai hak yang sma dengan laki-laki di dalam meningkatkan kualitas iman dan perbuat bajiknya dalam tugas kemanusiaan di bumi. Tidaklah benar bahwa surge dan neraka bagi perempuan hanya mengikuti laki-laki,yang kebetulan mendampinginya.

B.      Makna perkawinan dalam islam
          Dari sudut pandang fikih, islam dengan tegas hanya membenarkan perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan,yang secara syar’I, keduanya tidak terhalang untuk menikah,yaitu bukan mahram,baik karena hubungan darah maupun hubungan semenda. Di dalam islam, perkawinan di dahului dengan proses peminangan kepada orangtua atau wali perempuan,membayar mahar sesuai dengan kesepakatan kedua pihak,dan selanjutnya pernyataan ijab qabul.
  C.  Prinsip pernikahan dalam islam
1.       Prinsip kebebasan memilih
          Menentukan pilihan  mengenai siapa yang akan menjadi pasangan kita dalampernikahan adalah hak pilih yang bebas bagi laki-laki maupun perempuan,sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at  islam. Misalnya,menikahi musyrik (yaitu orang yang mempersekutukan allah) menikahi orang yang termasuk dalam kategori mahram yang menikahi pezina dan orang-orang yang berperilaku keji.
2.       Prinsip mawaddah
        Mawaddah mempunyai makna kekosongan dan kelapangan . secara definitive ,mawaddah artinya kelapangdadaan dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk.
3.       Prinsip rahmat
          m.qurais shihab memaknai kata rahmah ini sebagai kondisi psikologis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan ,sehingga mendorong orang yang bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan. Oleh karena itu,suami isteri,masing-masing akan selalu berusaha bersungguh-sungguh dalam rangka memberikan kebaikan pada pasangannya serta menolak segala hal yang mengganggu hubungannya.
4.   prinsip amanah
          Kata amanah berasal dari akar kata yang sama dengan aman,yang berarti tenteram. Orang yang telah memberikan amanah berarti telah mempercayai orang yang diberikan amanah tersebut. Dia merasa aman dan percaya  dengan orang-orang yang diberi amanah tersebut,bahwa apa yang di amanahkan itu akan dipelihara dengan baik serta aman keberadaanya di tangan yang diberi amanat tersebut.
Demikian halnya dengan perkawinan,ia adalah akad amanah,bukan akad kepemilikan. Isteri adalah amanah di pelukan suami,dansuami pun amanah di pangkuan sang isteri.
5.       Prinsip mu’asyarah bil ma’ruf
          Atas amanah inilah kemudian antarpasangan musti saling menjaga,menghormati,dan melindungi (mu’asyarah bil ma’ruf) . islam mengajarkan agar suami memperlakukan isterinya secara sopan dan bermartabat (QS. Al-nisa: 19)
MANGAPA NABI MUHAMMAD BERPOLIGAMI?
  A. Kisah pernikahan nabi Muhammad saw
        Dalam sejarah,nabi Muhammad saw menikahi banyak perempuan sebagai isteri.para penulis sejarah berbeda pendapat mengenai jumlah perempuan yang pernah mendampingi nabi saw,sebagai isteri.
1.       Khadijah binti khuwaylid: wanita pertama yang masuk islam,penyokong perjuangan nabi saw.
        Kredibilitas dan kedirian nabi Muhammadlah yang membuaat  khadijah jath hati.khadijah ialah seorang pedagang sukses di mekkah.
        Saat cintanya tak mampu lagi di bending,khadijah meminta nafisah binti munabbih,teman dekatnya untuk menemui Muhammad saw., mengabarkan perihal keinginannya menikah dengan dirinya.
        Pernikahan terjadi saat khadijah berusia 40 tahun,sedangkan nabi muhammad berusia 25 tahun. Usia mereka terpaut lama ,namun keduanya menemukan yang mereka cita-citakan: Muhammad pemuda yang bermoral dan jujur,khadijah wanita terhormat,cerdas dan setia. Sifat-sifat yang mereka berdua dambakan untuk mahligai rumah tangga. Dari pernikahannya dengan khadijah nabi Muhammad di anugerahi  dua putra dan empat putri.
      Pernikahan Muhammad denga khadijah berlangsung selama 25 tahun,setelah khadijah wafat,nabi hidup menduda selama dua tahun.
2.    Saudah binti zam’ah: janda tua,penuh derita,tetap setia pada islam.
      Janda tua dan tidak cantik. Masuk islam di mekkah pada masa awal. Dinikahi nabi saw pada usia 65 tahun.
      Tujuan nabi menikahinya di samping agar saudah memperoleh perlindungan dan kemuliaan di dalam sebuah pernikahan serta terjaga dari penyiksaan orang-orang kafir Quraisy,juga agar ia menjadi ibu dalam rumah tangga nabi,yang menjaga dan mendidik anak-anaknya. Namun hal ini tidak berlangsung lama,saudah merasa dirinya menjadi beban  bagi kehormatan nabi,lalu ia meminta izin untuk tinggal dirumahnya sendiri dan melepaskan diri dari hak dan kewajibannya sebagai isteri.
3.    Aisyah bin abu bakar: perawan yang dinikahi nabi saw demi membangun kekerabatan
      Seorang gadis yang dinikahi pada usia 12 tahun, dinikahi untuk membangun kekerabatan dengan trah abu bakar as-shidiq.
      Dua tahun setelah hidup berumah tangga dengan saudah,nabi kemudian menikahi aisyah putri abu bakar , sahabat setia dan orang pertama dari golongan tua yang masuk islam. Pertimbangan nabi dalam pernikahanya kali ini adalah untuk membangun kekerabatan dengan keluarga abu bakar.
4.    Hafsah binti umar bin khatab: janda yang pinangannya ditolak abu bakar dan utsman bin affan
      Pada usia 18 tahun menjanda setelah suaminya meninggal dalam peperangan . setelah enambulan,abu bakar dan utsman di tawari umar untuk menikahi putrinya ini,mnamun mereka menolak. lalu,nabi saw menikahinya. Tujuannya menolong,melindungi,dan membangun jaringan kekerabatan.
5.    Zainab binti khuzaimah: janda dengan banyak anak,mempercayakan hidupnya kepada nabi saw.
      Menyerahkan diri kepada nabi saw,karena kemiskinan dan penderitaannya.
Sebelum menikah dengan thufail bin harits lalu cerai dan menikah dengan ubaidillah yang syahid dalam perang badar. Dikenal sebagai umm al masakin,karena gemar menolong orang miskin.
6.    Ummu salamah (hindun) binti umayyah:janda yang didera penderitaan bertubi-tubi.
      Janda banyak didera derita. Dinikahi nabi saw,demi perlindungan dan keamanaan dirinya dari gangguan orang kafir.
7.    Ummu habibah (ramlah) binti abu sufyan : perempuan dengan iman yang kokoh, meski suaminya murtad.
      Masuk islam lebih dahulu sebelum ayahnya. Suaminya,ubaidillah bin jahsy meninggal dalam kemurtadan . hidup menderita dalam pengasingan,habsyi, lalu dinikahi nabi saw. Untuk melindungi dirinya.
8.    Zainab binti jahsy :janda yang dinikahi nabi saw berdasarkan wahyu.
      Janda cerai dari zayd bin haritsah,anak angkat nabi saw. Dinikahi berdasarkan wahyutuhan (surah al-ahzab :36)
9.    Shafiyyah binti huyay: janda yang dilindungi nabi saw.
      Janda cerai dari salam bin misykam qurazi. Menikah lagi dengan kinanah bin rabi’ ,yang gugur dalam perang khaibar. Tawanan perang kaum muslim. Dibebaskan dan dinikahi nabi saw setelah masukislam.
10. Juwairiyah binti al-harits :budak dan tawanan perang yang dibebaskan nabi.
      Janda cerai musafi (yang meninggal dalam perang melawan bani musthaliq). Menjadi tawanan perang di tangan tsabit bin qays anshari. Lalu dibebaskan nabi saw dan dinikahinya.
11. Maimuah binti al-harits :janda yang menyerahkan jiwa dan raganya kepada nabi.
      Janda cerai dari mas’ud.menyerahkan jiwa dan raganya kepada nabi saw dan masuk islam.
    B. Sosio historis poligini nabi Muhammad saw
      Pertama, nabi Muhammad menikahi banyak perempuan bukan demi memperoleh keturunan Kedua, nabimuhammad melakukan praktek poligini bukan untuk melampiaskan hasrat seksual.
      Ketiga, nabi Muhammad saw mempraktikan pernikahan monogamy dengan khadijah selama 25 tahun,suatu masa yang sangat panjang bila di ukur dari usia keseluruhan pernikahan nabi Muhammad saw. Beliau menikah lagi dan melakukan praktik poligini,setelah dua tahun menduda,yaitu pada usia sekitar 55 tahun.usia dimana kemampuan seksual laki0laki biasanya mulai menurun.
     C.  Nabi muhammad  saw tidak setuju poligini.
      Dalam suatu hadis ,nabi saw memperlihatkan sikapnya yang secara eksplisit tidak setuju dengan praktik poligini. Diriwayatkan dari al- miswar ibn makhramah bahwa ia pernah mendengar rasulallah berpidato
      “sesungguhnya anak-anak hisyam ibn mughhiroh  meminta izin kepadaku untukmenikahkan putrinya dengan ali. Ketahuilah bahwa aku tidak mengijinkannya, aku tidak mengijinkannya,aku tidak mengijinkannya, kecuali ali bersedia menceraikan putriku dan lalu menikahi anak mereka. Sesungguhnya Fatimah bagian daridiriku. Barangsiapa membahagiakannya berarti ia membahagiakanku. Sebaliknya. Barangsiapa yang menyakitinya berarti ia menyakitiku”
ANTIPOLIGINI,MELAWAN SYARIATISLAM?
      A.Apakah al-Qur’an mensyariatkan poligini ?
“Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang aytim (bilamana kamu mengawininya). Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua,tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ,maka kawinilah seorang saja  atau budak-budakyang kamumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.  
      Atas dasar itulah, sebenarnya ayat tersebut bukan sedang bicara tentang praktik poligini,tetapi persoalan keadilan terhadap anak-anak yatim. M.Quraishihab kemudian menggarisbawahi bahwa ayat ini tidak membuat peraturan tentang poligini,karena memang poligini telah dikenal dan telah dipraktikan oleh berbagai umat dalam adat istiadat masyarakat arab sebelum turunnya ayat ini. Sebagaimana ayat ini tidak mewajibkan poligini atau menganjurkannya,ia hanya berbicara tentang bolehnya poligini dan itupun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh orang yang amat membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan.
     B.Poligini: masalah keadilan atau kepatuhan?
Al-Qur’an sen,diri menegaskan dalam al-qur’an surat an-nisa ayat 129:
“dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu). Walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung ( kepada yang kamu cintai). Sehingga kamu biarkan  yang lain terkatung-katung . dan jika kamu , mengadakan perbaikan dan memelihara diri ( dari kecurangan). Maka sesungguhnya allah maha pengampun lagi maha penyayang.”
            Penentuan keadilan sebaiknya memang bukan hanya di tangan laki-laki tetapi juga di tangan perempuan. Sebab, perempuanlah yang kelak akan menerima konsekuensi-konsekuensi bila ketidakadilan terjadi dalam praktik poligini.
       C. Mengapa al-Qur’an membatasi jumlah isteri
      Ada prinsip penting yang patut dicatat di dini,yaitu al-qur’an telah melakukan reformasi mengenai praktik poligini yang saat itu terjadi di masyarakat arab: dari yang awalnya laki-laki bebas mengumpulkan perempuan sebagai isteri dalam satu waktu ,berapapun jumlahnyalalu dibatasi hanya maksimalempatorang isteri. Jumlah empat orang isteri inipun kemudian dibatasi lagi dengan kriteria adil.
      Konsepsi ini menolak pandangan para penulis eropa bahwa apa yang dianggap oleh orang arab sebagai adat,islam menjadikannya sebagai agama. Dalam konteks masalah poligini terlihat dengan jelas bagaimana islam pada dasarnya tidak melegalisasikan tradisi arab ini menjadi agama. Islam justru membuat praktik tradisi arab ini dengan berbagai syarat ketat: mulai dari membatasi jumlah isteri hingga masalah keadilan sang suami. Maka islam menganjurkan umat muslim untuk memilih monogamy. Ini artinya, islam sama sekali tidak mendorong praktik poligini ,apalagi melegalkan dalam syariat islam,tetapi islam justru melakukan kecaman keras. Muhammad ‘abduh mengingatkan kita,”siapa pun yang menggunakan akalnya,maka pastilah mereka tidak akan beristeri lebih dari satu”.
MEMILIH MONOGAMI
      A.  Ketika agama
      Tidak ada satu pun. konteks sejarah baik berdasarkan al-qur’an maupun hadis nabi saw. Yang menganjurkan poligini. Yang ada justru, dalam suatu kesempatan,nabi muhammad membenci praktik poligini.
      Praktik poligini nabi ,merupakan masalah kekhuususan nabi saw dan dilakukan dalamm situasi yang tidak normal serta poligini yang dipraktikan beliau diorientasikan dalam rangka mewujudkan nila-nilai kemanusiaan, khususnya bagi kaum perempuan.
Yang perlu diketahui pula, saat itu rasulallah saw. Melakukan poligini secara terang-terangan,tidak secara sembunyi-sembunyi seperti yang terjadi pada kebanyakan laki-laki sekarang ini melakukan praktik poligini .
      Nabi juga tidak pernah menyatakan bahwa praktik poligini  merupakan miedan ujian demi meningkatkan kualitas keimanan dan kepemimpinan laki-laki di dalam keluarga dan keikhlasan isteri sebagai oerempuan yang di madu. Kita sering mendengar beberapa laki-laki yang melakukan praktik poligini dengn alas an tampak religious: meningkaykan kualitas iman, menolong perempuan dan anak yatim ,pembelajaran bagi kepemimpinan laki-laki,dan jihaddemografi. Alas an-alasan ini kemudian di sandarkan kepada nabi saw. Yang melakukan praktik poligini. Relevenkah alasan-alasan itu bila di sandarkan kepada nabi?
Jangan anda katkan demi mengikuti sunnah rasul lantas anda berpoligini,padahal alasan yang anda pakai sangatlah rendah yaitu daripada berzinah alias anda tidak mampu mengendalikan gejolak hasrat libido anda. Karena,sekali lagi alas an semacam itu bukanlah sunnah rasul  poligini rasul sangat mulia dan tidak bisa disamakan dengan berpoligini karena nafsu rendahan semacam itu.
B.       Perlunya tafsir emansipatoris
Kontemplasi yang dilakukan nabi saw,di gua hira,yang kemudian mengantarkan dirinya memperoleh pengalaman agung menerima wahyu dari tuhan untuk kali pertama, hakikatnya merupakan refleksi dan transendensi yang dia lakukan atas kenytaan-kenyataan social masyarakat arab yang timpang saat itu: system ekonomi yang memihak kepada golongan kaya,dominasi laki-laki, serta otoritas social dan politik yang memusatkan tangan klan-klan yang dominan.
Dengan demikian,al-qur’an saat itu terinternalisasi pada diri Muhammad saw. Yang selalu aktif mempersiapkan diri membuka kacamata analisis social dalam merespons realitas social,ekonomi dan politik yang di hadapi masyarakat saat itu. Wahyu yang turun masa awal kerasulannya,misalnya,sangat lekat dengan kritik etik sosial  ,kritik atas orang yang mengakumulasi kekayaan dengan tanpa batas (Qs. Al-takatsur:1-8) ,larangan menghardik anak yatim dan menelantarkan orang miskin (Qs. Ad-duha :6-10). Ketimbang corak kritik teologis. Hal ini menunjukan transformasi social yang dilakukan nabi saw,tidak lepas dari kemampuannya dalam membaca problem-problem masyarakat yang dihadapi saat itu. Drngan demikian hakikatnya al-qur’an yang diwahyukan kepadanya tidak lahir dari ruang hampa yang kedap dari problem social,ekonomi dan politik yang melilit masyarakat saat itu.
Kini,lima belas abad telah berlalu. Al qur’an telah terkodifikasi ke dalam satu mushaf dan satu teks standar. Lalu , bagimana kita mesti memahami nya dalam konteks problem social yang kompleks yang kita hadapi sekarang?
 pertanyaan ini jelas berkaitan dengan problem metodologi  penafsiran.
C.   Poligini: siapa yang memetik kebahagiaan?

      Musdah mulia pernah menganalisis implikasi- implikasi yang terjadi dari pihak poligini, dan ternyata perempuan dan anak-anak yang menjadi korban. Implikasi yang menjadikan mereka menderita setidaknya dalam tiga ranah , yaitu implikasi sosio-psikologis ,implikasi kekerasan terhadap perempuan, dan implikasi social terhadap masyarakat.
I.                    Implikasi sosio-psikologis
      Secara psikologis semua istri akan merasa terganggu dan sakit hati melihat suaminya berhubungan dengan perempuan lain.
Sejumlah  penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata isteri begitu mengetahui suaminya menikah lagi, spontan dia mengalami depresi, stress berkepanjangan ,kecewa dan benci, karena merasa cinta dan kesetiaanya dikhianati. Perasaan demikian bukan hanya terjadi pada isteri pertama.tetapi juga isteri kedua,ketiga dan seterusnya. Mereka bukan hanya merasa dikhianati tetapi merasa malu dengan saudara,tetangga,teman dekat,teman kerja, dan bahkan juga malu kepada anak-anaknya.
II.                  Implikasi kekerasan terhadap perempuan
      Poligini juga berimplikasi pada maraknya kekerasan terhadap perempuan ,dan itu terjadi di dalam rumah tangga.
Kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat poligini ini,secara psikologis telah terjadi sebelum praktik poligini, yaitu sejak si suami mengenal dan intim dengan perempuan lain.
Kekerasan lain yang diderita oleh perempuan (isteri) adalah kekerasan pada ranah ekonomi. Kekerasan ini biasanya dialami oleh perempuan yang dimadu dengan berkurangnya atau bakhan pengabaian kewajiban
suami menafkahi isteri dan anak-anaknya.
III.               Implikasi sosial
      Problem social yang muncul dari praktik poligini yang sering terjadi adalah sering terjadinya nikah dibawah tangan,yaitu pernikahan yang tidak di catatkan ,baik di kantor pencatat nikah atau KUA bagi umat islam dan KCS bagi yang bukan islam.
Kebanyakan poligini dilakukan dengan tertutup,sembunyi-sembunyi bahkan dari isteri tuanya sekalipun.
D.   Indahnya monogamy :indahnya perkawinan
      Sebagaiman dijelaskan dalam al-Qur’an ,tujuan pernikahan di dalam islam adalah membangun keluarga yang penuh dengan ketenangan (sakinah),cinta (mawaddah ,dan kasih saying (rahmah) (QS.AR-RUM:21). Perkawinan dalam islam bukan bentuk transaksi yang menghalalkan tunuh perempuan untuk dimanfaatkan oleh laki-laki, dengan atas nama otoritas suami,sebagaimana banyak didefinisikan oleh kalangan fuqaha klasik (an-nisa: 21).

      Sepanjang sejarah,laki-laki berargumen bahwa keinginan memiliki banyak pasangan merupakan kondisi alamiah. Dengan berlalunya waktu,dan proses evolusi,manusia menemukan kultur yang beradab dan manusiawi. Secar etik ia kemudian lebih memilih mengambil satu orang pasangan untuk membesarkan anak-anakya dan menanamkan sekumpulan nilai moral yang berlawanan dengan kebutuhan jasmaniah yang jauh lebih kuat dorongannya. Maka,monogamy merupakan tantangan sekaligus tujuan bagi umat manusia. Tantangan, karena telah ribuan tahun tradisi poligami tertancap di ubun-ubun laki-laki. Dan sebagai tujuan, karena kita membutuhkan kesetiaan dan cinta kasih yang abadi dalam satu lembaga pernikahan yang monogam. Islam dengan bahasanya yang halus sebenarnya sedang mengajak kita untuk berusaha bergerak menuju kultur monogam tersebut.

Komentar

Postingan Populer